ANALOGI DAN HUBUNGAN KAUSALITAS
Di
Susun Oleh :
Lailatur
Rahmah (36 2 2 15 0011)
M.
Solihin (36 2 2 15 0014)
M.
Syahrizal (36 2 2 15 0015)
Mata
Kuliah : Ilmu Mantiq & Logika
Dosen
Pembimbing : Wira Sugiarto, S.IP, M.Pd.I
Jurusan
: Syari’at dan Ekonomi Islam
Prodi
: Siyasah Syar’iyyah
T.A. 2016/2017
KATA PENGANTAR
Assalamua’laikumWr.Wb
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah
yang berjudul “Analogi
dan Hubungan Kausalitas”
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mantiq dan Logika.
Makalah yang disusun untuk
mempelajari lebih detail mengenai analogi dan hubungan kausal ini diharapkan agar dapat
mencari kesamaan dari jenis yang berbeda agar mendapatkan suatu kesimpulan yang
satu.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin ….
Wassalam,
Bengkalis, 29
Oktober 2016
Kelompok
5
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................... ..... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
1.3 TujuanPenulisan........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 2
2.1 Analogi........................................................................................................................ 2
2.2 Jenis-jenis Analogi....................................................................................................... 2
2.3 Cara Penilaian Analogi................................................................................................ 3
2.4 Hubungan Kausalitas................................................................................................... 5
2.5 Metode Induksi Mill.................................................................................................... 7
2.6 Kekeliruan dalam Penalaran Kausalitas....................................................................... 8
BAB III PENUTUP......................................................................... ..... 9
3.1 Simpulan...................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 10
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penalaran merupakan pemiikiran,
logika, pemahaman. Penalaran adalah proses berpikir yang dapat menghasilkan
pengertian atau kesimpulan. Penalaran berlawanan dengan panca indera karena,
nalar didapat dengan cara berpikir sehingga dapat mengetahui suatu kebenaran.
Induktif merupakan hal yang dari
khusus ke umum.Sehingga dapat dikatakan berpikir induktif adalah pola berpikir
melalui hal-hal yang dari khusus lalu dihubungkan ke hal-hal yang umum.
Penalaran Induktif adalah Proses
yang berpangkal dari peristiwa yang khusus yang dihasilkan berdasarkan hasil
pengamatan empirik dan menghasilkan suatu kesimpulan atau pengetahuan yang
bersifat umum.
Contoh penalaran induktif :
Kucing berdaun telinga berkembang
biak dengan melahirkan. kelinci berdaun telinga berkembang biak dengan
melahirkan. Panda berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Kesimpulannya,
semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
Pada Penalaran Induktif terdapat
beberapa bentuk, yaitu generalisasi, analogi dan hubungan kausalitas. Pemaparan
ini akan membahas mengenai analogi dan hubungan kausalitas.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan Analogi ?
2. Bagaimana penerapan
Hubungan Kausalitas ?
1.3
Tujuan Kepenulisan
1. Mengetahui penerapan analogi
dalam proses berpikir
2. Mnegetahui penerapan hubungan
kausalitas dalam proses berpikir
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Analogi
Dalam
penyimpulan generalisasi kita melihat dari sejumlah peristitiwa. Pada
penyimpulan analogi kita melihat dari satu atau sejumlah peristiwa yang menuju
kepada satu peristiwa lain yang sejenis. Apa yang terdapat pada fenomena
peristiwa pertama, disimpulkan terdapat juga pada fenomena peristiwa yang lain
karena keduanya mempunyai persamaan prinsipal. Berdasarkan persamaan prinsipal
pada keduanya itulah maka mereka akan sama pula dalam aspek-aspek lain yang
mengikutinya.
Analogi
kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari suatu
fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang
terjadi pada fenomena pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain[1].
2.2 Jenis-jenis Analogi[2]
:
1. Analogi induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang
disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik
kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena
kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk
membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang
terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan.
Contoh
analogi induktif :
Tim Uber Indonesia mampu masuk babak
final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak
final jika berlatih setiap hari.
2. Analogi deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode
untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar,
dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide
baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal
yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Contoh
analogi deklaratif :
-
Deklaratif
untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala
negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan
yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
-
Ilmu
pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh
batu-batu. Tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana tidak
semua tumpukan batu adalah rumah.
-
Otak
itu menciptakan pikiran sebagaimana buah ginjal mengeluarkan air seni.
Di
sini orang hendak menjelaskan struktur ilmu yang masih asing bagi pendengar
dengan struktur rumah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula penjelasaan
tentang hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan dengan
hubungan antara buah ginjal dan air seni.
2.3 Cara Penilaian Analogi[3]
:
Dalam
sebuah analogi, diperlukan alat ukur untuk mengukur keterpercayaan dari analogi
tersebut. Adapun untuk mengukur keterpercayaan sebuah analogi dapat diketahui
dengan alat berikut:
-
Sedikit
banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.
Semakin besar peristiwa sejenis yang
dianalogikan, semakin besar pula taraf keterpercayaanya. Semisal si A
menggunakan jasa sebuah biro penerbangan dan ternyata pelayanannya tidak
memberikan kepuasan pada si A, maka atas dasar analogi, si A menyarankan kepada
temannya untuk tidak menggunakan biro penerbangan yang sama dengan yang
digunakan tadi. Analogi si A akan semakin kuat dengan adanya si B yang juga
tidak merasa puas dengan biro penerbangan tersebut. Analogi menjadi semakin
kuat lagi setelah ternyata si C, D, E, F dan G juga mengalami hal yang serupa.
-
Sedikit
banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.
Contohnya: tentang sepatu yang telah
kita beli pada sebuah toko. Bahwa sepatu yang baru saja kita beli tentu akan
awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu dibeli di toko ini juga awet dan
enak dipakai. Analogi ini menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan juga
persamaan harganya, mereknya, dan bahannya.
-
Sifat
dari analogi yang kita buat.
Sebagai contohnya apabila kita
mempunyai mobil dan satu liter bahan bakarnya dapat menempuh 10 km, kemudian
kita menyimpulkan bahwa mobil B yang sama dengan mobil kita akan bisa menempuh
jarak 10 km tiap satu liternya, maka analogi demikian cukup kuat. Analogi ini
akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa mobil B akan menempuh 8 km setiap
liter bahan bakarnya, dan menjadi lemah jika kita mengatakan bahwa mobil B akan
dapat menempuh 15 km setiap liter bahan baakarnya. Jadi semakin rendah taksiran
yang kita analogikan semakin kuat analogi itu.
-
Mempertimbangkan
ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan.
Semakin banyak pertimbangan atas
unsu-unsurnya yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya. Konklusi
yang kita ambil bahwa Zaini pendatang baru di Universitas X akan menjadi
sarjana yang ulung karena beberapa tamatan dari universitas tersebut juga
merupakan sarjana ulung. Analogi ini menjadi lebih kuat jika kita
mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan sebelumnya. A,B,C,D
dan E yang mempunyai latar belakang yang berbeda dalam ekonomi, pendidikan
SLTA, daerah, agama, pekerjaan orang tua toh kesemuanya adalah sarjana yang
ulung.
-
Relevan
tidaknya masalah yang dianalogikan.
Bila tidak relevan sudah barang
tentu analogikanya tidak kuat dan bahkan bisa gagal. Bila kita menyimpulkan
bahwa mobil yang baru kita beli setiap liter bahan bakarnya akan menempuh 15 km
berdasarkan analogi mobil B yang sama modelnya serta jumlah jendela dan tahun
produksinya sama dengan mobil yang kita beli ternyata dapat menempuh 15 km
setiap liter bahan bakarnya, maka analogi serupa adalah analogi yang tidak
relevan. Seharusnya untuk menyimpulkan demikian harus didasarkan atas
unsur-unsur yang relevan yaitu banyaknya silinder, kekuatan daya tariknya serta
berat dari bodinya.
-
Analogi
yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat daripada analogi
yang mendasarkan pada selusin persamaan yang tidak relevan.
Penyimpulan
seorang dokter bahwa untuk mengobati tuan B adalah sebagaimana yang telah
dilakukan terhadap tuan C karena keduanya menderita tanda-tanda terserang
penyakit yang sama dan arena jenis darahnya sama, jauh lebih kuat dibanding
jika mendasarkan pada persamaan lebih banyak tetapi tidak relevan,
misalnya karena umurnya, bintang kelahirannya, latar belakang pendidikannya,
warna kulitnya, jumlah anaknya dan kesukaannya.
-
Analogi
yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal.
Meskipun
hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan, analogi ini cukup terpercaya
kebenarannya. Kita mengetahui bahwa sambungan rel kereta api dibuat tidak rapat
untuk menjaga kemungkinan mengembangnya bila kena panas, rel tetap pada
posisinya, maka kita akan mendapat kemantapan yang kuat bahwa rangka rumah yang
kita buat dari besi juga akan terlepas dari bahaya melengkung bila kena panas,
karena kita telah menyuruh tukang untuk memberikan jarak pada tiap
sambungannya. Di sini kita hanya mendasarkan pada satu hubungan kausal bahwa
karena besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan
besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung. Namun begitu analogi
yang bersifat kausal memberikan keterpercayaan yang kokoh.
2.4
Hubungan Kausalitas
Masalah
yang paling kuno dalam masyarakat adalah masalah kausalitas. Hubungan kausal
merupakan prinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala kejadian[4],
atau dalam ilmu mantik nya yaitu illah wa
ma’lul. Tidak ada peristiwa yang terjadi tanpa sebab. Ada sebab tentu ada
akibat, terjadinya akibat tentu didahulukan oleh sebab.
Pembuktian
ini dapat ditemui pada abad ke-5 SM, yaitu pada ucapan seorang filosof Yunani
Leucipos : Nihil fit sine causa (tidak
ada satupun peristiwa yang tidak mempunyai sebab)[5].
Kesebaban
(illiyah) merupakan suatu bentuk
hubungan antara dua perkara dimana yang satu kita sebut sebagai illah (sebab) sedangkan yang lain kita
sebut sebagai ma’lul (akibat). Adapun
hubungan yang paling dalam dari sebab dan akibat adalah sebab yang merupakan
pemberi keberadaan, wujud dan eksistensi pada akibat, seluruh keberadaan dan
eksistensi yang ada pada akibat merupakan pemberian dari sebab. Oleh karena
itu, jika sebab tidak ada, akibat pun tidak akan pernah[6].
Sebab sebagai
sesuatu yang melahirkan akibat mempunyai banyak pengertian. Kita mengenal ada
sebab yang mesti (necessary causa )
dan sebab yang menjadikan (sufficient
causa).
Sebab yang mesti
adalah suatu keadaan bila tidak ada maka akibatnya tidak akan terjadi tetapi
dengan adanya akibat tidak harus terjadi. Contoh : oksigen merupakan sebab
adanya kebakaran. Tanpa adanya oksigen tidak mungkin kebakaran bisa terjadi,
tetapi adanya oksigen kebakaran tidak harus terjadi. Adapun sebab yang
menjadikan adalah sesuatu yang adanya menyebabkan akibat itu lahir, sedangkan
tidak adanya juga akibat tidak mungkin terlaksana.
Dengan kata
lain, sebab yang menjadikan adalah sesuatu yang ada atau tidaknya menentukan
ada dan tidaknya akibat. Contoh : kompor meledak adalah sebab yang
mengakibatkan seluruh rumah di gang x musnah menjadi abu. Tetapi kita harus
ingat bahwa sebab yang menjadikan dapat terlaksana bila sebab yang mesti juga
ada. Meskipun ada kompor meledak tetapi bila saat itu oksigen tidak ada maka
kebakaran seluruh gang itu tidak akan terlaksana. Jadi meledaknya kompor
merupakan sebab yang menjadikan kebakaran[7].
Disamping
itu ada juga sebab yang jauh dan sebab yang langsung. Bila A mengakibatkan B
dan B mengakibatkan C, C mengakibatkan D, D mengakibatkan E, dan E
mengakibatkan F maka E adalah sebab yang langsung, sedangkan A adalah sebab
yang jauh. Contoh : bila kita menelusuri sebab tewasnya seorang mahasiswa dalam
kecelakaan kendaraan, akan kita dapati sebab yang berantai. Ia tewas karena
menyebrang jalan dengan cepat tanpa perhitungan sehingga mobil yang kebetulan
lewat tidak dapat menghindari tabrakan. Mengapa ia memotong jalan tanpa
perhitungan? Karena ia tergesa-gesa ingin segera sampai dikampusnya sebab hari
itu harus mengikuti ujian dan hari telah siang. Mengapa ia terlambat berangkat?
Ia terlambat bangun. Mengapa ia terlambat bangun? Karena tadi malam belajar
sampai larut. Mengapa belajar sampai larut malam? Karena akan mengikuti ujian.
Mengapa mengikuti ujian?.... dan seterusnya, setiap sebab ternyata merupakan
akibat dari sebab yang mendahuluinya. Disini belajar sampai larut merupakan
sebab yang jauh sedangkan memotong jalan merupakan sebab yang dekat bagi
kecelakaan tersebut[8].
2.5
Metode Induksi Mill
Seorang filosof Inggris merumuskan empat metode
induksi yang kemudian dikenal dengan metode penyimpulan induksi mill. Empat
metode tersebut adalah metode persetujuan, metode perbedaan, metode persamaan
variasi, metode sisasisihan.
1. Metode Persetujuan
Apabila ada
dua macam peristiwa atau lebih pada gejala yang diselidiki dan masing-masing
peristiwa itu mempunyai faktor yang sama, maka faktor itu merupakan satu-satunya
sebab bagi gejala yang diselidiki.
2.
Metode Persetujuan
Jika sebuah peristiwa mengandung gejala yang
diselidiki dan sebuah peristiwa lain yang tidak mengandungnya, namun faktornya
sama kecuali satu, dan yang satu itu terdapat pada peristiwa pertama maka
faktor satu-satunya itu yang menyebabkan peristiwanya berbeda itu adalah faktor
yang tidak bisa dilepaskan dari sebab terjadinya gejala.
3.
Metode Persamaan Variasi
Apabila suatu gejala yang dengan sesuatu cara
berubah ketika gejala lain berubah dengan cara tertentu, maka gejala itu adalah
sebab atau akibat dari gejala lain, atau berhubungan secara sebab akibat.
4.
Metode Siasisihan
Jika ada peristiwa dalam keadaan tertentu dan
keadaan tertentu ini merupakan akibat dari faktor yang mendahuluinya, maka sisa
akibat yang terdapat pada peristiwa itu pasti disebabkan oleh faktor lain.
2.6
Kekeliruan dalam Penalaran Kausalitas
Kekeliruan yang sering terjadi dikalangan
orang-orang yang kurang cermat berpikir adalah Post hoc propter hoc artinya suatu penalaran yang menyatakan bahwa
ini terjadi sesudah itu terjadi maka ini merupakan akibat dari itu. Padahal
munculnya sebab-akibat suatu peristiwa tidak hanya berdasarkan pada peristiwa
sebelumnya yang mengakibatkan itu terjadi. Contoh kekeliruannya : setelah ayam
berkokok maka terbitlah terang. Lantas mereka memberi kesimpulan bahwa terbit
itu dikarenakan ayam yang berkokok. Setelah bermalam disini, pabrik ini
kecurian setengah milyar. Karena itu pastilah dia pencurinya.
Kekeliruan ini terjadi karena melihat peristiwa yang
ada secara sepintas. Untuk menentukan bahwa suatu peristiwa itu merupakan sebab
bagi peristiwa lainnya tidaklah sekedar menunjuk bahwa peristiwa pertama adalah
sebab dari peristiwa kedua. Kita harus dapat menjelaskan kedua peristiwa itu
memang mempunyai hubungan yang pasti. Apabila peristiwa kedua tidak mempunyai
hubungan relevan dan pasti dengan peristiwa pertama, maka bertentang dengan
hukum yang diketahui.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa analogi dan hubungan kausalitas
merupakan proses penalaran bersifat induktif, yaitu pengambilan kesimpulan dari
khusus ke umum.
Analogi
kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari suatu
fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang
terjadi pada fenomena pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain. Selain
itu terdapat analogi
deklaratif, yakni metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum
dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal.
Hubungan
kausal merupakan prinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala kejadian. Hubungan
yang paling dalam dari sebab dan akibat adalah sebab yang merupakan pemberi
keberadaan, wujud dan eksistensi pada akibat, seluruh keberadaan dan eksistensi
yang ada pada akibat merupakan pemberian dari sebab.
Kekeliruan
yang sering terjadi dikalangan orang-orang yang kurang cermat berpikir adalah Post hoc propter hoc artinya suatu
penalaran yang menyatakan bahwa ini terjadi sesudah itu terjadi maka ini
merupakan akibat dari itu. Padahal munculnya sebab-akibat suatu peristiwa tidak
hanya berdasarkan pada peristiwa sebelumnya yang mengakibatkan itu terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
LITERATUR
Mundiri,
2015. Logika. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Murthada
Muthahhari, 2003. Pengantar Ilmu-Ilmu
Islam. Jakarta : Pustaka Zahra.
WEBSITE
[1] Mundiri,
2015. Logika. Jakarta : Raja Grafindo
Persada (hal. 157)
[2]
http://apikgoregrind.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-penalaran-induktif.html (diakses tgl 29 okt 2016 pkl 15.05)
[3] http://menulis-makalah.blogspot.co.id/2015/11/makalah-analogi-pengertian-macam.html (diakses tgl 29 okt 2016 pkl. 15.06)
[4]
http://apikgoregrind.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-penalaran-induktif.html (diakses tgl 29 okt 2016 pkl 15.05)
[5] Ibid.,
(hal. 171)
[6] Murthada
Muthahhari, 2003. Pengantar Ilmu-Ilmu
Islam. Jakarta : Pustaka Zahra (hal. 361)
[7] Mundiri,
op.cit (hal. 172)
[8] Ibid.,
(hal. 172-173)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar