Kamis, 24 November 2016

ilmu mantik dan logika

ANALOGI DAN HUBUNGAN KAUSALITAS
                                                        


                                                                                     
  
Di Susun Oleh :
Lailatur Rahmah (36 2 2 15 0011)
M. Solihin (36 2 2 15 0014)
M. Syahrizal (36 2 2 15 0015)


Mata Kuliah : Ilmu Mantiq & Logika
Dosen Pembimbing : Wira Sugiarto, S.IP, M.Pd.I
Jurusan : Syari’at dan Ekonomi Islam
Prodi : Siyasah Syar’iyyah




T.A. 2016/2017




KATA PENGANTAR

Assalamua’laikumWr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah yang berjudul “Analogi dan Hubungan Kausalitas untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mantiq dan Logika.
Makalah yang disusun untuk mempelajari lebih detail mengenai analogi dan hubungan kausal ini diharapkan agar dapat mencari kesamaan dari jenis yang berbeda agar mendapatkan suatu kesimpulan yang satu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah  ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin ….

Wassalam,




                                                                                           Bengkalis, 29 Oktober 2016



                                                                                                        Kelompok 5





DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................... ..... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
1.3 TujuanPenulisan........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 2
2.1 Analogi........................................................................................................................ 2
2.2 Jenis-jenis Analogi....................................................................................................... 2
2.3 Cara Penilaian Analogi................................................................................................ 3
2.4 Hubungan Kausalitas................................................................................................... 5
2.5 Metode Induksi Mill.................................................................................................... 7
2.6 Kekeliruan dalam Penalaran Kausalitas....................................................................... 8

BAB III PENUTUP......................................................................... ..... 9
3.1 Simpulan...................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 10




 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penalaran merupakan pemiikiran, logika, pemahaman. Penalaran adalah proses berpikir yang dapat menghasilkan pengertian atau kesimpulan. Penalaran berlawanan dengan panca indera karena, nalar didapat dengan cara berpikir sehingga dapat mengetahui suatu kebenaran.
Induktif merupakan hal yang dari khusus ke umum.Sehingga dapat dikatakan berpikir induktif adalah pola berpikir melalui hal-hal yang dari khusus lalu dihubungkan ke hal-hal yang umum.
Penalaran Induktif adalah Proses yang berpangkal dari peristiwa yang khusus yang dihasilkan berdasarkan hasil pengamatan empirik dan menghasilkan suatu kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat umum.
Contoh penalaran induktif :
Kucing berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. kelinci berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Panda berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Kesimpulannya, semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
Pada Penalaran Induktif terdapat beberapa bentuk, yaitu generalisasi, analogi dan hubungan kausalitas. Pemaparan ini akan membahas mengenai analogi dan hubungan kausalitas.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan Analogi ?
2. Bagaimana penerapan Hubungan Kausalitas ?

1.3 Tujuan Kepenulisan
1. Mengetahui penerapan analogi dalam proses berpikir
2. Mnegetahui penerapan hubungan kausalitas dalam proses berpikir

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analogi
Dalam penyimpulan generalisasi kita melihat dari sejumlah peristitiwa. Pada penyimpulan analogi kita melihat dari satu atau sejumlah peristiwa yang menuju kepada satu peristiwa lain yang sejenis. Apa yang terdapat pada fenomena peristiwa pertama, disimpulkan terdapat juga pada fenomena peristiwa yang lain karena keduanya mempunyai persamaan prinsipal. Berdasarkan persamaan prinsipal pada keduanya itulah maka mereka akan sama pula dalam aspek-aspek lain yang mengikutinya.
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari suatu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain[1].

2.2 Jenis-jenis Analogi[2] :
1. Analogi induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan.
Contoh analogi induktif :
Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.



2. Analogi deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Contoh analogi deklaratif :
-          Deklaratif untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
-          Ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu. Tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana tidak semua tumpukan batu adalah rumah.
-          Otak itu menciptakan pikiran sebagaimana buah ginjal mengeluarkan air seni.
Di sini orang hendak menjelaskan struktur ilmu yang masih asing bagi pendengar dengan struktur rumah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula penjelasaan tentang hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan dengan hubungan antara buah ginjal dan air seni.

2.3 Cara Penilaian Analogi[3] :
Dalam sebuah analogi, diperlukan alat ukur untuk mengukur keterpercayaan dari analogi tersebut. Adapun untuk mengukur keterpercayaan sebuah analogi dapat diketahui dengan alat berikut:
-          Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.
Semakin besar peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf keterpercayaanya. Semisal si A menggunakan jasa sebuah biro penerbangan dan ternyata pelayanannya tidak memberikan kepuasan pada si A, maka atas dasar analogi, si A menyarankan kepada temannya untuk tidak menggunakan biro penerbangan yang sama dengan yang digunakan tadi. Analogi si A akan semakin kuat dengan adanya si B yang juga tidak merasa puas dengan biro penerbangan tersebut. Analogi menjadi semakin kuat lagi setelah ternyata si C, D, E, F dan G juga mengalami hal yang serupa.
-          Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.
Contohnya: tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko. Bahwa sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu dibeli di toko ini juga awet dan enak dipakai. Analogi ini menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan juga persamaan harganya, mereknya, dan bahannya.

-          Sifat dari analogi yang kita buat.
Sebagai contohnya apabila kita mempunyai mobil dan satu liter bahan bakarnya dapat menempuh 10 km, kemudian kita menyimpulkan bahwa mobil B yang sama dengan mobil kita akan bisa menempuh jarak 10 km tiap satu liternya, maka analogi demikian cukup kuat. Analogi ini akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa mobil B akan menempuh 8 km setiap liter bahan bakarnya, dan menjadi lemah jika kita mengatakan bahwa mobil B akan dapat menempuh 15 km setiap liter bahan baakarnya. Jadi semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin kuat analogi itu.

-          Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan.
Semakin banyak pertimbangan atas unsu-unsurnya yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya. Konklusi yang kita ambil bahwa Zaini pendatang baru di Universitas X akan menjadi sarjana yang ulung karena beberapa tamatan dari universitas tersebut juga merupakan sarjana ulung. Analogi ini menjadi lebih kuat jika kita mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan sebelumnya. A,B,C,D dan E yang mempunyai latar belakang yang berbeda dalam ekonomi, pendidikan SLTA, daerah, agama, pekerjaan orang tua toh kesemuanya adalah sarjana yang ulung.

-          Relevan tidaknya masalah yang dianalogikan.
Bila tidak relevan sudah barang tentu analogikanya tidak kuat dan bahkan bisa gagal. Bila kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita beli setiap liter bahan bakarnya akan menempuh 15 km berdasarkan analogi mobil B yang sama modelnya serta jumlah jendela dan tahun produksinya sama dengan mobil yang kita beli ternyata dapat menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya, maka analogi serupa adalah analogi yang tidak relevan. Seharusnya untuk menyimpulkan demikian harus didasarkan atas unsur-unsur yang relevan yaitu banyaknya silinder, kekuatan daya tariknya serta berat dari bodinya.

-          Analogi yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat daripada analogi yang mendasarkan pada selusin persamaan yang tidak relevan.
Penyimpulan seorang dokter bahwa untuk mengobati tuan B adalah sebagaimana yang telah dilakukan terhadap tuan C karena keduanya menderita tanda-tanda terserang penyakit yang sama dan arena jenis darahnya sama, jauh lebih kuat dibanding jika mendasarkan pada persamaan lebih banyak tetapi tidak  relevan, misalnya karena umurnya, bintang kelahirannya, latar belakang pendidikannya, warna kulitnya, jumlah anaknya dan kesukaannya.

-          Analogi yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal.
Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan, analogi ini cukup terpercaya kebenarannya. Kita mengetahui bahwa sambungan rel kereta api dibuat tidak rapat untuk menjaga kemungkinan mengembangnya bila kena panas, rel tetap pada posisinya, maka kita akan mendapat kemantapan yang kuat bahwa rangka rumah yang kita buat dari besi juga akan terlepas dari bahaya melengkung bila kena panas, karena kita telah menyuruh tukang untuk memberikan jarak pada tiap sambungannya. Di sini kita hanya mendasarkan pada satu hubungan kausal bahwa karena besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung. Namun begitu analogi yang bersifat kausal memberikan keterpercayaan yang kokoh.

2.4 Hubungan Kausalitas
Masalah yang paling kuno dalam masyarakat adalah masalah kausalitas. Hubungan kausal merupakan prinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala kejadian[4], atau dalam ilmu mantik nya yaitu illah wa ma’lul. Tidak ada peristiwa yang terjadi tanpa sebab. Ada sebab tentu ada akibat, terjadinya akibat tentu didahulukan oleh sebab.
Pembuktian ini dapat ditemui pada abad ke-5 SM, yaitu pada ucapan seorang filosof Yunani Leucipos : Nihil fit sine causa (tidak ada satupun peristiwa yang tidak mempunyai sebab)[5].
Kesebaban (illiyah) merupakan suatu bentuk hubungan antara dua perkara dimana yang satu kita sebut sebagai illah (sebab) sedangkan yang lain kita sebut sebagai ma’lul (akibat). Adapun hubungan yang paling dalam dari sebab dan akibat adalah sebab yang merupakan pemberi keberadaan, wujud dan eksistensi pada akibat, seluruh keberadaan dan eksistensi yang ada pada akibat merupakan pemberian dari sebab. Oleh karena itu, jika sebab tidak ada, akibat pun tidak akan pernah[6].
Sebab sebagai sesuatu yang melahirkan akibat mempunyai banyak pengertian. Kita mengenal ada sebab yang mesti (necessary causa ) dan sebab yang menjadikan (sufficient causa).  
Sebab yang mesti adalah suatu keadaan bila tidak ada maka akibatnya tidak akan terjadi tetapi dengan adanya akibat tidak harus terjadi. Contoh : oksigen merupakan sebab adanya kebakaran. Tanpa adanya oksigen tidak mungkin kebakaran bisa terjadi, tetapi adanya oksigen kebakaran tidak harus terjadi. Adapun sebab yang menjadikan adalah sesuatu yang adanya menyebabkan akibat itu lahir, sedangkan tidak adanya juga akibat tidak mungkin terlaksana.
Dengan kata lain, sebab yang menjadikan adalah sesuatu yang ada atau tidaknya menentukan ada dan tidaknya akibat. Contoh : kompor meledak adalah sebab yang mengakibatkan seluruh rumah di gang x musnah menjadi abu. Tetapi kita harus ingat bahwa sebab yang menjadikan dapat terlaksana bila sebab yang mesti juga ada. Meskipun ada kompor meledak tetapi bila saat itu oksigen tidak ada maka kebakaran seluruh gang itu tidak akan terlaksana. Jadi meledaknya kompor merupakan sebab yang menjadikan kebakaran[7].
Disamping itu ada juga sebab yang jauh dan sebab yang langsung. Bila A mengakibatkan B dan B mengakibatkan C, C mengakibatkan D, D mengakibatkan E, dan E mengakibatkan F maka E adalah sebab yang langsung, sedangkan A adalah sebab yang jauh. Contoh : bila kita menelusuri sebab tewasnya seorang mahasiswa dalam kecelakaan kendaraan, akan kita dapati sebab yang berantai. Ia tewas karena menyebrang jalan dengan cepat tanpa perhitungan sehingga mobil yang kebetulan lewat tidak dapat menghindari tabrakan. Mengapa ia memotong jalan tanpa perhitungan? Karena ia tergesa-gesa ingin segera sampai dikampusnya sebab hari itu harus mengikuti ujian dan hari telah siang. Mengapa ia terlambat berangkat? Ia terlambat bangun. Mengapa ia terlambat bangun? Karena tadi malam belajar sampai larut. Mengapa belajar sampai larut malam? Karena akan mengikuti ujian. Mengapa mengikuti ujian?.... dan seterusnya, setiap sebab ternyata merupakan akibat dari sebab yang mendahuluinya. Disini belajar sampai larut merupakan sebab yang jauh sedangkan memotong jalan merupakan sebab yang dekat bagi kecelakaan tersebut[8].

2.5 Metode Induksi Mill
Seorang filosof Inggris merumuskan empat metode induksi yang kemudian dikenal dengan metode penyimpulan induksi mill. Empat metode tersebut adalah metode persetujuan, metode perbedaan, metode persamaan variasi, metode sisasisihan.
1. Metode Persetujuan
 Apabila ada dua macam peristiwa atau lebih pada gejala yang diselidiki dan masing-masing peristiwa itu mempunyai faktor yang sama, maka faktor itu merupakan satu-satunya sebab bagi gejala yang diselidiki.
2. Metode Persetujuan
Jika sebuah peristiwa mengandung gejala yang diselidiki dan sebuah peristiwa lain yang tidak mengandungnya, namun faktornya sama kecuali satu, dan yang satu itu terdapat pada peristiwa pertama maka faktor satu-satunya itu yang menyebabkan peristiwanya berbeda itu adalah faktor yang tidak bisa dilepaskan dari sebab terjadinya gejala.
3. Metode Persamaan Variasi
Apabila suatu gejala yang dengan sesuatu cara berubah ketika gejala lain berubah dengan cara tertentu, maka gejala itu adalah sebab atau akibat dari gejala lain, atau berhubungan secara sebab akibat.


4. Metode Siasisihan
Jika ada peristiwa dalam keadaan tertentu dan keadaan tertentu ini merupakan akibat dari faktor yang mendahuluinya, maka sisa akibat yang terdapat pada peristiwa itu pasti disebabkan oleh faktor lain.

2.6 Kekeliruan dalam Penalaran Kausalitas
Kekeliruan yang sering terjadi dikalangan orang-orang yang kurang cermat berpikir adalah Post hoc propter hoc artinya suatu penalaran yang menyatakan bahwa ini terjadi sesudah itu terjadi maka ini merupakan akibat dari itu. Padahal munculnya sebab-akibat suatu peristiwa tidak hanya berdasarkan pada peristiwa sebelumnya yang mengakibatkan itu terjadi. Contoh kekeliruannya : setelah ayam berkokok maka terbitlah terang. Lantas mereka memberi kesimpulan bahwa terbit itu dikarenakan ayam yang berkokok. Setelah bermalam disini, pabrik ini kecurian setengah milyar. Karena itu pastilah dia pencurinya.
Kekeliruan ini terjadi karena melihat peristiwa yang ada secara sepintas. Untuk menentukan bahwa suatu peristiwa itu merupakan sebab bagi peristiwa lainnya tidaklah sekedar menunjuk bahwa peristiwa pertama adalah sebab dari peristiwa kedua. Kita harus dapat menjelaskan kedua peristiwa itu memang mempunyai hubungan yang pasti. Apabila peristiwa kedua tidak mempunyai hubungan relevan dan pasti dengan peristiwa pertama, maka bertentang dengan hukum yang diketahui.



BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa analogi dan hubungan kausalitas merupakan proses penalaran bersifat induktif, yaitu pengambilan kesimpulan dari khusus ke umum.
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari suatu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain. Selain itu terdapat analogi deklaratif, yakni metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal.
Hubungan kausal merupakan prinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala kejadian. Hubungan yang paling dalam dari sebab dan akibat adalah sebab yang merupakan pemberi keberadaan, wujud dan eksistensi pada akibat, seluruh keberadaan dan eksistensi yang ada pada akibat merupakan pemberian dari sebab.
Kekeliruan yang sering terjadi dikalangan orang-orang yang kurang cermat berpikir adalah Post hoc propter hoc artinya suatu penalaran yang menyatakan bahwa ini terjadi sesudah itu terjadi maka ini merupakan akibat dari itu. Padahal munculnya sebab-akibat suatu peristiwa tidak hanya berdasarkan pada peristiwa sebelumnya yang mengakibatkan itu terjadi.






DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR
Mundiri, 2015. Logika. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Murthada Muthahhari, 2003. Pengantar Ilmu-Ilmu Islam. Jakarta : Pustaka Zahra.

WEBSITE











[1] Mundiri, 2015. Logika. Jakarta : Raja Grafindo Persada (hal. 157)
[5] Ibid., (hal. 171)
[6] Murthada Muthahhari, 2003. Pengantar Ilmu-Ilmu Islam. Jakarta : Pustaka Zahra (hal. 361)
[7] Mundiri, op.cit (hal. 172)
[8] Ibid., (hal. 172-173)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar